Yaumul Qor, Hari Istimewa yang Terlupakan
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Mungkin kita tidak pernah menyangka bahwa hari itu hari yang istimewa. Karena suasana masyarakat yang tidak menjadikannya sebagai hari istimewa. Hari itu adalah yaumul qor [arab: يَوْمُ القَرِّ], hari al-Qor.
Mengapa Istimewa?
Kita tahu itu istimewa dan tidak, tolak ukurnya adalah dalil. Ketika Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai hari istimewa, maka kita harus menjadikannya sebagai hari istimewa. Meskipun masyarakat tidak mempedulikannya.
Dari Abdullah bin Qurth Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah tabaraka wa ta’ala adalah Yaumun Nahr (hari kurban) dan Yaumul Qor (hari al-Qor). (HR. Abu Daud 1767, Ibnu Khuzaimah 2866, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7522, dan dishahihkan ad-Dzahabi)
Apa itu Yaumul Qor?
Yamun Nahr (hari kurban) adalah tanggal 10 Dzulhijjah. Sedangkan Yaumul Qor adalah tanggal 11 Dzulhijjah.
At-Thabrani menyebukan tambahan riwayat dalam Musnad as-Syamiyin,
يوم القر يستقر منه الناس وهو الذي يلي يوم النحر
Yaumul Qor adalah hari di mana manusia menetap (di mina), itulah hari setelah yaumun nahr. (Musnad as-Syamiyin, 475).
Keterangan lain juga disebutkan dalam Aunul Ma’bud, Syarh Sunan Abi Daud,
يوم القر هو اليوم الذي يلي يوم النحر لأن الناس يقرون فيه بمنى بعد أن فرغوا من طواف الإفاضة والنحر واستراحوا
Yaumul Qor adalah hari setelah Yaumun Nahr. Karena di hari itu, jamaah haji menetap di Mina, setelah mereka menyelesaikan thawaf ifadhah dan berqurban. Kemudian mereka beristirahat. (Aunul Ma’bud, 5/127).
Apa yang Harus Dilakukan?
Ketika yaumul qor, tentu kita tidak boleh berpuasa. Karena termasuk hari tasyrik. Yang bisa kita lakukan adalah memperbanyak dzikir dan memuji Allah, dan sering-sering melantunkan takbiran.
Allah berfirman,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“Ingatlah Allah di hari-hari yang terbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203).
Yang dimaksud dengan “hari-hari yang terbilang” adalah tiga hari setelah Idul Adha, yaitu hari tasyrik. Ini merupakan pendapat Ibnu Umar dan mayoritas ulama. Sementara Ibnu Abbas dan Atha berpendapat bahwa “hari-hari yang terbilang” jumlahnya empat hari; Idul Adha dan 3 hari setelahnya. (Lathaiful Ma’arif, hlm. 314).
Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari tasyrik sebagai hari memperbanyak dzikir.
Dari Nubaisyah al-Hudzali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ
“Hari Tasyrik adalah hari makan, minum, dan banyak mengingat Allah.” (HR. Muslim 1141, dan yang lainnya).
Menyemarakkan dzikir pada hari tasyrik, bisa dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya dengan memperbanyak takbiran di setiap kegiatan atau di setiap selesai shalat wajib. Ini sebagaimana yang dilakukan para sahabat. Sebagaimana praktek Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dzuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah dan al-Baihaqi dan sanadnya dishahihkan al-Albani)
Demikian juga dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR. Ibn Abi Syaibah dan al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan: “Shahih dari Ali”). (Lathaiful Ma’arif, 504 – 505).
Semoga kita tidak lalai untuk maraup karunia Allah di hari tasyrik.
Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/23579-yaumul-qor-hari-istimewa-yang-terlupakan.html